Leadership Skill Training untuk Mahasiswa Baru 2019

Yogyakarta/UIN--Senat Mahasiswa dan Dewan Eksekutif mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI) berkesempatan untuk mengisi Acara Leadership Skill Training yang diinisiasi oleh Panitia PBAK FUPI 2019 di Pantai Cemara Sewu, Sabtu (31/8).

Dalam kesempatan tersebut, Panitia mengangkat tema "Leader In action not position, no title Needed to be one", sehingga harapannya, para mahasiswa baru FUPI juga termotivasi untuk aktif dalam kegiatan kampus yang berkaitan dengan organisasi, baik Intra, ekstra dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kampus di lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Selain itu, diharapkan bagi mahasiswa baru nanti menambah skill untuk lebih produktif dan progresif.

Ketua Senat Mahasiswa FUPI, Ferdiansah (mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam), dalam kesempatan tersebut menyampaikan tentang Materi Leadership bahwa sebagai mahasiswa kita kedepan harus mampu meningkatkan skill kita di luar Kuliah. Kita harus memahami pola Organisasi dan bagaimana berperan dalam suatu organisasi. Saking pentingnya Leadership, dalam islam banyak sekali konsep kepemimpinan, misalnya amir, majlis syuro dan lain sebagainya. Mahasiswa harus bisa menjadikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri, setidaknya bisa memimpin diri kita sendiri.

"Dalam Organisasi misalnya nanti kita akan diajarkan untuk menjadi orang yang bertanggung jawab dan mampu memanajemen suatu organisasi atau program kegiatan, untuk itu jangan sia-siakan waktu kalian untuk berproses di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam. Setiap dari kita adalah Khalifah di muka bumi, sehingga kita harus belajar dan terus belajar untuk meningkatkan Kualitas diri, karena hanya orang yang berkualitas dan mempunyai inovasi dan skill yang mampu survive di Era Revolusi industri 4.0”, ungkap Ferdiansah.

Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa, Misbahul Wani, mengatakan bahwa mahasiswa harus mempunyai pemikiran yang positif dan progresif, yangdibagi ke dalam empathal. Pertama, design thinking, adalah kemampuan kita memiliki sebuah konsep atau cara berfikir sebagai modal berinteraksi. Kedua, personal branding, mahasiswa harus berusaha mengetahui potensi diri dan mampu mempromisikan kepada lingkungan sekitar, sehingga kita saling memiliki rasa kepedulian dan saling memiliki peluang dan dampak atau pengaruh (influencer). Ketiga, critical thingking, mahasiswa harus memiliki rasa kepekaan terhadap fenomena sosial yang berkembang serta memiliki sikap sebagai person dan komunal. Keempat, digital literacy, mahasiswa di era post truth harus ikut serta aktif menjadi influencer yang memberikan vaksin untuk menjaga keseimbangan di media sosial, seperti hoax, hate speech, dan lain lain. (Pan)