Etika Michel Foucault dan Negarawan Kontemporer

Michel Foucault adalah seorang tokoh filosof dan sejarawan Prancis.1Ia merukapan seorang tokoh yang kreatif, hal itu dapat dibuktikan dari berbagai karyanya yang cukup banyak. Tidak hanya itu, banyak dari kalangan penafsirnya yang mengemukakan bahwa ia merupakan sosok yang sangat unik, cerdas, baik hati, dermawan dan kaya.

Dari berbagai bukunya yang banyak itu, ada salah satu dari pembahasannya yang menarik untuk dibahas pada masa kini, yaitu tentang etikanya. Meskipun ia tidak secara terang-terangan membahas mengenai konsep etika. Foucault lebih cenderung melihat etika sebagai bentuk kepedulian diri (baca:The History of Sexuality, jilid III).

Foucault juga melihat bahwa di balik kepedulian diri senantiasa mengandung pengetahuan-pengetahuan itu sendiri, akan tetapi dari sini terkandung pula kekuasaan-kekuasaan yang tersembunyi (memahami kekusaan yang tersembunyi di balik pengetahaun), sehingga bagaimana seseorang bisa memahaminya untuk bisa sadar akan dirinya sendiri, apakah berada dalam ketertindasan, ancaman atau bahkan pada suatu keharmonisan. Dengan demikian ada dua point penting saat pengetahuan-pengetahuan bertemu dengan pikiran-pikiran kekuasaan manusia.Pertama, dengan pengetahuannya sendiri manusia merupakan mahluk yang dibatasi oleh lingkungan sekitarnya.Kedua, rasionalitas dan kebenaran selelu berubah sepanjang sejarah (baca;Power/Knowledge).

Tidak hanya itu, bahwa kekuasaan yang berpotensi di dalam diri individu merupakan bentuk dari kekuasaan yang secara disiplin, adalah sebuah cara yang digunakan untuk mendisiplinkan tubuh agar tubuh lebih tampak berguna, kekuasaan seperti ini dapat berjalan secara efektif di dalam institusi-institusi yang tertutup. Akan tetapi hal ini akan baik jika dijalankan pada ranah yang baik pula.

Di suatu negara, khususnya sekarang ini tidak hanya menggunakan kekuasaan secara disiplin, melainkan juga menggunakan kekuasaan yang berkuasa, yang melandaskan legitimasi operasinya pada keabsahan hukum dan kewenangan atau hak negara dalam mengatur warganya dan juga termasuk pada sumber dayanya. Secara garis besar dapat dibedakan bahwa kekuasaan disiplin di suatu negara dimana kekuasaan dijalankan melalui cara-cara yang seringkali tidak diketahui oleh objeknya. Sedangkan kekuasaan yang berkuasa justru dijalankan di suatu negara dengan menggunakan cara-cara yang negative. Represi dan dominasi dijadikan sebagai pengendalian warga negara oleh neragawan yang berkepentingan, hal ini terjadi biasanya karena negara dianggap mempunyai hak untuk menjalankan hal itu, padahal warga negara itu lebih hak untuk menyuarakan sistem yang adil (baca: Pengetahuan dan Metode, karya-Karya Penting Foucault).

Hal yang seperti itu bagi Foucault disebut sebagaiConduct of Conduct, ialah tindakan atau perilaku masyarakat yang semuanya diatur oleh negara dengan cara menginternalisasikan penundukan agar menjadi populasi yang patuh, dan hal itu memang sudah sering kita temukan di zaman kontmporer ini sebagai rasionalisasi beroperasinya kekuasaan, sedangkan dari pemerintahan sekarang tidak lain dapat juga dipandang sebagai sesuatu yang menggunakan cara legitimasi dan selalu benar dalam mengatur sesuatu, seperti halnya populasi, sumber daya manusia dan laten korupsi di negara tercinta ini.


1Ia lahir pada tahun 1926-1984, ia hidup dengan sebuah keluarga Katholik yang sangt taat dimana ayahnya adalah merupakan seorang praktisi kedokteran (ahli bedah). Pada awalnya ia diharapkan untuk dapat melanjutkan karir ayahnya, akan tetapi ia lebih cenderung menyukai ilmu sejarah, filsafat dan psikologi. Pendidikan dasarnya sampai kolose diselesaikan di kota asal kelahirannya. Setelah itu ia memasuki Lycee Hendry IV (salah satu sekolah persiapan untuk Ecole Normale Superieure) dan Ecola Normale. Dari metode pembelajaran itulah ia menemukan guru-guru yang mruapakan seorang tokoh-tokoh filsuf, diantaranya adalah; Jean Hippolyte, Georges Dumezel, Louis Althusser dan sebgaianya. Didisi lein ia juga banyak belajar dan mengkaji tokoh-tokoh yang diminatinya, seperti Nietzsche dan sebagainya. Setelah belajar di Ecole Normale, ia mulai intens mempelajari sejarah Psikiatria. Pada tahun 1950-1951 ia menjadi asisten Louis Althusser sebagai instructor psikologi di bekas almamaternya. Pada tahun 1955 ia mulai menjadi dosen tamu di University of Uppsula, Swedia. Pada masa inilah minatnya terhadap pengetahuan semakin memuncak, khususnya pada bidang kelimuan yang telah disebutkan di atas. Pada masa ini pula ia mulai banyak menghasilkan berbagai macam karangan buku, diantara bukunya adalah;The Order of Things, The Archeology of Knowledge, discipline adan Punish, Lnaguage, counter Memory, Practise, The History of sexuality, Power Knowledgedan sebagainya.


Muhammad Hasib, mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam 2016, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler