Ersa Elfira Khaiya: 11 Hari Universiti Malaya

Pada 24 November 2019, saya berangkat menuju Kuala Lumpur untuk melakukan kunjungan studi di Universiti Malaya. Universitas ini dikenal sebagai uiversitas bergengsi, pasalnya nomor satu di Malaysia.

Saya tentu, cukup senang berkesempatan untuk mendapatkan pengalaman baru selama 11 hari belajar di sana karena program SAVIOR (Student Academic Visit to Foreign Countries).

Program tersebut memilih sebelas orang mahasiswa untuk disebar di empat negara pilihan yaitu Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Singapura. Awalnya saya sama sekali tidak menyangka ditempatkan di Malaysia karena pada saat mendaftar saya memilih Thailand sebagai negara tujuan. Namun, saya berfikir mungkin memang pihak panitia menempatkan saya di Malaysia karena terdapat program studi yang kurang lebih sama dengan program studi saya di UIN, yaitu Prodi Aqidah dan Pemikiran Islam Universiti Malaya.

Di kampus itu, saya diarahkan untuk mengikuti mata kuliah akhlaq dan tasawuf yang bersifat praktis. Agak kaget dan terkejut. Sebab tidak bertemu mata kuliah yang berbau filsafat.

Setelah mencoba mencari tahu, akhirnya saya mengetahui bahwa alasan mengapa matkul filsafat tidak ada ialah karena memang pemerintahan Malaysia cukup ketat dalam hal merawat ideologi keagamaan, dan kebetulan UM adalah universitas yang sangat dekat relasinya dengan kerajaan Malaysia. Bahkan keragaman aliran dalam Islam pun tak ditampakkan.

Baca juga: Ferdiansah, Mahasiswa AFI yang Presentasi di Malaysia, Singapura, dan Thailand

Semua mata kuliah yang saya ambil berkutat tentang pembahasan dalam aliran ahlussunah wal jamaah saja. Saya pernah bertanya dengan mahasiswa UM tentang apakah mereka juga belajar mengenai pemikiran tokoh Syiah? Mereka menjawab tidak pernah belajar mengenai hal tersebut karena Syiah di Malaysia merupakan aliran yang dilarang bahkan dalam salah satu kuliah seorang dosen menyatakan ke-anti-annya terhadap Syiah.

Menurut saya hal itu cukup kontradiktif mengingat bahwa mereka fokus pada tasawuf tapi minim pembelajaran filsafat yang sebenarnya merupakan jiwa dari tasawuf. Mereka di sana menggunakan tasawuf dalam segi yang sangat praktis yaitu untuk melakukan pengobatan terhadap mereka yang kecanduan narkoba [seperti yang UIN Bandung lakukan] ataupun untuk psikoterapi.

Hal tersebut cukup menarik untuk saya ketahui, saya harap bila tahun depan ada mahasiswa AFI yang hendak mengikuti program SAVIOR dan ingin memperdalam filsafat, ada baiknya mempertimbangkan negara mana yang hendak dituju, disesuaikan dengan ketertarikannya.

*Ersa Elfira Khaiya, Mahasiswi Prodi Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Berita Terpopuler